📅Kamis, 12 Maret 2025
Tugas 013 :
Community of Practice (CoP) in Technology / Artificial Intelligence (AI)
Moderator:
Putri Husna
(Alumni I.PDP PK-19, Universitas Negeri Jakarta, CEO Garuda Tri Eka)
Narasumber : Senoyodha Brennaf
(Alumni LPDP PR-26 The University of Manchester, CEO Halal Local)
Narasumber : Josua Sitompul
(Alumni LPDP PK-30 Maastricht University, Kabag Hukum & Kerja Sama Kementerian Komunikasi dan Digital)
Perkembangan dan Pemanfaatan AI: Perspektif Praktisi
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) serta bagaimana AI dimanfaatkan dari perspektif praktisi. Fokus utama kemungkinan mencakup:
- Kemajuan terbaru dalam teknologi AI.
- Penerapan AI di berbagai industri.
- Tantangan dan peluang dalam implementasi AI.
- Studi kasus atau pengalaman praktisi dalam memanfaatkan AI.
Perkembangan AI dari Era Awal hingga Saat Ini

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) dimulai pada tahun 1950-1970 dengan diperkenalkannya Turing Test oleh Alan Turing, dan istilah AI pertama kali muncul dalam konferensi Dartmouth tahun 1956. Pada 1980-1990, muncul Expert Systems, yaitu sistem berbasis aturan yang dapat menyelesaikan masalah kompleks. Salah satu pencapaiannya adalah komputer Deep Blue, yang berhasil mengalahkan juara catur dunia pada tahun 1997. Memasuki era 2000-2010, teknologi Machine Learning berkembang pesat dengan algoritma yang lebih canggih, memungkinkan kehadiran asisten virtual dan robot di pasar konsumen.
Pada 2011-2020, AI semakin maju dengan Deep Learning, di mana neural network berlapis memungkinkan AI memahami bahasa dan mengenali gambar dengan tingkat akurasi tinggi, mendekati kemampuan manusia dalam beberapa tugas kognitif. Sejak 2021 hingga sekarang, era AI Generatif semakin mendominasi dengan chatbot canggih dan konten buatan AI yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. AI kini diadopsi secara luas di berbagai sektor, menandai revolusi besar dalam teknologi dan industri.
Perkembangan Kecerdasan Buatan di Indonesia
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia dimulai pada 2010-2012, ketika beberapa universitas mulai mengenalkan mata kuliah terkait AI. Pada 2013-2015, pemerintah mulai membangun infrastruktur digital nasional, yang mendorong munculnya berbagai startup teknologi. AI semakin diadopsi dalam dunia bisnis pada 2016-2018, terutama di sektor fintech dan e-commerce, dengan chatbot customer service menjadi tren utama.
Pada 2019-2020, pemerintah merilis peta jalan nasional untuk AI (RPJMN & Stranas KA), yang dipercepat oleh pandemi. Kemudian, pada 2021-2023, AI generatif mulai berkembang pesat di industri kreatif, dan startup AI lokal mendapatkan pendanaan besar. Kini, 2024 dan seterusnya, Indonesia berambisi menjadi hub AI regional dengan mengintegrasikan AI dalam manufaktur dan pertanian untuk meningkatkan produktivitas nasional.
Pemanfaatan AI di Berbagai Industri
Artificial Intelligence (AI) dimanfaatkan di berbagai industri untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam operasional bisnis. Di sektor keuangan, AI digunakan untuk mendeteksi fraud dengan algoritma machine learning, yang mampu mengidentifikasi hingga 90% transaksi mencurigakan (ACFE, 2022). Dalam industri manufaktur, AI berperan dalam otomasi proses produksi dengan robot cerdas, sehingga meningkatkan efisiensi produksi hingga 20% (Deloitte, 2023). Sementara itu, di sektor e-commerce, AI diterapkan untuk personalisasi rekomendasi produk, yang terbukti meningkatkan penjualan hingga 35% (McKinsey, 2021). Pemanfaatan AI ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat memberikan keuntungan strategis dalam berbagai sektor industri.
Tren AI Terkini: Apa yang Sedang Hangat?
Tren AI terkini mencakup berbagai bidang, mulai dari Generative AI, cybersecurity, hingga kesehatan. Generative AI, seperti DALL-E, ChatGPT, dan Midjourney, mampu menciptakan konten kreatif dalam bentuk teks, gambar, dan coding (OpenAI, 2023). Di bidang cybersecurity, AI berperan dalam mendeteksi dan mencegah ancaman siber, dengan waktu rata-rata deteksi pelanggaran mencapai 277 hari (IBM, 2022; Trend Micro, 2023). Sementara itu, dalam dunia kesehatan, AI digunakan untuk diagnosis penyakit dan personalisasi perawatan, meningkatkan akurasi diagnosis hingga 30% (WHO, 2023; Radiological Society of North America, 2021). Teknologi AI terus berkembang dan memberikan dampak signifikan di berbagai sektor.
10 Penggunaan Generative Al di Kehidupan Sehari-hari

Generative AI memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang penulisan, AI dapat digunakan untuk membuat artikel, cerita pendek, dan naskah iklan secara instan. Kreasi visual juga terbantu dengan kemampuan AI dalam menghasilkan gambar, ilustrasi, dan desain grafis dari deskripsi teks. Dalam pemrograman, AI mendukung proses penulisan, koreksi, dan optimasi kode program. Selain itu, AI mempercepat pembuatan presentasi dengan menghasilkan slide profesional secara efisien. Teknologi ini juga digunakan untuk personalisasi pengalaman, menyesuaikan konten dan rekomendasi berdasarkan preferensi pengguna. Dalam penerjemahan bahasa, AI memberikan hasil yang lebih alami dalam menerjemahkan teks. AI juga dapat membantu komposisi musik, menciptakan melodi dan aransemen dalam berbagai genre. Untuk mempermudah akses informasi, AI mampu merangkum artikel panjang menjadi poin-poin utama. Dalam analisis data, AI dapat menginterpretasi dan memvisualisasikan data kompleks menjadi informasi yang bermanfaat. Terakhir, AI juga digunakan dalam edukasi interaktif, menciptakan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
12 Tools Generative Al Populer di Indonesia

Di Indonesia, terdapat 12 tools Generative AI yang populer dengan berbagai kegunaan. ChatGPT digunakan sebagai asisten penulisan dan pemrograman dengan 5,2 juta pengguna. Midjourney membantu dalam kreasi visual dan desain artistik dengan 1,7 juta pengguna. Canva yang memiliki fitur AI dalam paket gratis digunakan untuk desain grafis dan presentasi dengan 4,5 juta pengguna. Grammarly dan QuillBot membantu dalam pemeriksaan tata bahasa serta parafrase teks, masing-masing memiliki 2,1 juta dan 1,4 juta pengguna. GPTZero digunakan untuk mendeteksi konten buatan AI, sementara Scite.ai berfungsi dalam validasi penelitian dan kutipan ilmiah. Gamma AI mempermudah pembuatan presentasi otomatis dengan 680 ribu pengguna. DeepL, penerjemah AI berkualitas tinggi, digunakan oleh 1,2 juta orang. RunwayML dan Synthesia berfokus pada pengeditan video AI dan pembuatan presenter virtual, masing-masing memiliki 780 ribu dan 520 ribu pengguna. Terakhir, GitHub Copilot sebagai asisten penulisan kode otomatis digunakan oleh 890 ribu pengguna. Semua tools ini memiliki versi gratis maupun berbayar sesuai dengan fitur yang ditawarkan.
Tantangan Implementasi AI
Implementasi kecerdasan buatan (AI) menghadapi beberapa tantangan utama. Kualitas data menjadi faktor penting, di mana AI memerlukan data yang bersih, relevan, dan berkualitas tinggi agar dapat berfungsi secara optimal. Selain itu, privasi data juga menjadi perhatian besar, karena keamanan informasi harus dijaga dengan baik agar tidak disalahgunakan, menjadikannya sebagai prioritas utama dalam pengembangan AI. Tantangan lainnya adalah keterampilan tenaga kerja, di mana pekerja perlu memperbarui keahlian mereka agar dapat beradaptasi dengan teknologi AI. Oleh karena itu, pelatihan khusus terkait AI menjadi kebutuhan yang mendesak.
Peluang Karir Baru di Era AI Generatif
Era AI generatif membuka peluang karir baru dengan gaji yang menarik. Prompt Engineer bertugas merancang prompt untuk mengoptimalkan output AI dengan kisaran gaji Rp15-25 juta per bulan. AI Ethics Officer, dengan gaji Rp18-30 juta, memastikan penggunaan AI sesuai dengan etika dan regulasi. AI Quality Assurance, yang berpenghasilan Rp12-20 juta, bertanggung jawab menguji dan memvalidasi output AI generatif. Sementara itu, AI Content Curator dengan gaji Rp10-18 juta berfokus pada penyempurnaan dan kurasi konten AI. Terakhir, AI Implementation Consultant dengan gaji Rp20-35 juta berperan dalam membantu perusahaan mengintegrasikan AI dalam proses bisnis.
Tren AI Terkini dan Masa Depan
Tren AI terkini dan masa depan yang dirangkum oleh Gartner Research pada tahun 2023. Tren utama yang disoroti adalah Generative AI, yang diwakili oleh model seperti GPT-3 dengan 175 miliar parameter, menunjukkan kemajuan pesat dalam kemampuan AI untuk menghasilkan konten baru. Selanjutnya, Edge AI menjadi fokus dengan kemampuannya memproses data langsung di perangkat, mengurangi latensi hingga 60% dan memungkinkan respons yang lebih cepat. Terakhir, AI Ethics dan Explainable AI semakin ditekankan, menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI. Tren-tren ini mengindikasikan arah perkembangan AI yang semakin canggih, efisien, dan bertanggung jawab.
Kesimpulan: Peran Praktisi dalam Era AI
Peran praktisi di era AI yang menekankan tiga aspek utama. Pertama, pembelajaran berkelanjutan menjadi krusial, mengharuskan praktisi untuk terus mengikuti perkembangan terbaru dalam teknologi AI. Kedua, kolaborasi lintas disiplin sangat diperlukan, mendorong pembentukan tim yang beragam untuk menghasilkan solusi AI yang komprehensif. Terakhir, etika memainkan peran penting, menuntut tanggung jawab etis dalam pengembangan dan penerapan AI serta mempertimbangkan dampak sosialnya. Ketiga poin ini menekankan pentingnya adaptasi, kolaborasi, dan tanggung jawab dalam menghadapi tantangan dan peluang di era AI.
Narasumber : Budi Rahardjo
(Technopreneur, Indocisc)
Budi Rahardjo adalah seorang ahli di bidang VLSI, keamanan siber, IoT, AI, blockchain, dan data science. Ia merupakan dosen di STEI ITB dan pernah menjabat sebagai Kepala Microelectronic Center ITB. Selain itu, ia mengelola domain .ID dari tahun 1997 hingga 2005 serta menjadi pendiri dan ketua ID-CERT (Indonesia Computer Emergency Response Team) sejak 1999 hingga sekarang. Sebagai seorang technopreneur serial dan mentor startup, Budi Rahardjo aktif membimbing inovasi teknologi. Ia juga memiliki kanal YouTube yang berisi wawasan seputar teknologi internet.

Model kecerdasan buatan generatif terbaru, termasuk Qwen2, Grok, Manus, DeepSeek, dan ChatGPT 4.0 dari OpenAI. Model-model ini merupakan bagian dari perkembangan pesat dalam bidang Artificial Intelligence (AI), yang menawarkan berbagai keunggulan dalam pemrosesan bahasa alami, analisis data, dan interaksi berbasis AI. Keberadaan model-model ini menunjukkan semakin banyaknya pesaing dalam industri AI yang berusaha memberikan solusi inovatif untuk berbagai kebutuhan teknologi.

Ilustrasi "Mechanical Turk," sebuah mesin otomatis yang tampaknya mampu bermain catur sendiri, tetapi sebenarnya dioperasikan oleh manusia tersembunyi di dalamnya. Di samping gambar, terdapat pertanyaan "What is Intelligence?" yang mengajak kita untuk mempertanyakan definisi kecerdasan. Mechanical Turk merupakan contoh bagaimana teknologi dapat memberikan ilusi kecerdasan buatan, meskipun kecerdasan sebenarnya berasal dari manusia di balik sistem tersebut. Gambar ini relevan dalam diskusi tentang kecerdasan buatan (AI) dan batasannya, karena menyoroti bagaimana mesin bisa tampak "cerdas" tanpa benar-benar memiliki pemahaman atau pemikiran sendiri.
Tampilan antarmuka dari ELIZA, sebuah program komputer yang dirancang sebagai terapis Rogerian tiruan. ELIZA dikembangkan oleh Joseph Weizenbaum pada tahun 1966 untuk mendemonstrasikan pemrosesan bahasa alami. Program ini bekerja dengan meniru percakapan seorang terapis dengan pasien, menggunakan pola pencocokan kata untuk memberikan respons yang tampak masuk akal. Dalam contoh percakapan pada gambar, ELIZA merespons pernyataan pengguna dengan pertanyaan yang bersifat reflektif, memberikan kesan seolah-olah memiliki pemahaman yang mendalam. Meskipun ELIZA sebenarnya tidak memahami makna percakapan, program ini menjadi salah satu contoh awal kecerdasan buatan dalam bidang interaksi manusia-komputer dan menjadi dasar bagi perkembangan chatbot modern.
History of Artificial Intelligence
Sejarah kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dengan menyoroti peran John McCarthy, yang mencetuskan istilah "Artificial Intelligence" pada tahun 1956. Definisi AI yang disajikan dalam gambar merujuk pada mesin yang mampu melakukan tugas-tugas yang menjadi ciri khas kecerdasan manusia. McCarthy dianggap sebagai salah satu pionir dalam bidang ini dan berkontribusi besar dalam pengembangan konsep AI yang kita kenal saat ini. Gambar juga menyertakan potret McCarthy dengan latar belakang visual jaringan digital, yang melambangkan peran AI dalam dunia modern.
Narrow AI (specific task) vs. General AI?
Perbedaan antara Narrow AI dan General AI, serta konsep singularitas. Narrow AI adalah kecerdasan buatan yang dirancang untuk melakukan tugas tertentu, sedangkan General AI mengacu pada sistem yang mampu memahami, belajar, dan menerapkan kecerdasan dalam berbagai bidang, layaknya manusia. Konsep singularitas yang disebutkan dalam gambar merujuk pada titik di mana kecerdasan buatan melampaui kecerdasan manusia, yang sering dikaitkan dengan kemungkinan perubahan besar dalam peradaban. Gambar juga menampilkan karakter Terminator, yang merepresentasikan ketakutan umum terhadap AI yang berkembang tanpa kendali.
AI / Machine Learning / Deep Learning
Evolusi kecerdasan buatan (AI) dari tahun 1950-an hingga 2010-an, dengan fokus pada tiga konsep utama: Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML), dan Deep Learning (DL). Pada tahun 1950-an, AI muncul dengan penuh optimisme. Kemudian, pada periode selanjutnya, ML mulai berkembang pesat. Akhirnya, di tahun 2010-an, terobosan dalam DL mendorong ledakan AI secara keseluruhan. Secara keseluruhan, gambar ini menunjukkan bagaimana AI telah berkembang dari konsep awal hingga menjadi bidang yang kompleks dengan sub-bidang seperti ML dan DL, yang masing-masing memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan teknologi.



Sampul buku The Master Algorithm karya Pedro Domingos, yang membahas pencarian algoritma pembelajaran mesin yang dapat merevolusi dunia. Yang mana menyajikan konsep "5 Tribes of Machine Learning" menurut Domingos, yang mengelompokkan pendekatan dalam pembelajaran mesin ke dalam lima suku, yaitu Symbolists (berbasis logika dan filsafat dengan algoritma inverse deduction), Connectionists (berbasis ilmu saraf dengan algoritma backpropagation), Evolutionaries (berbasis biologi evolusioner dengan genetic programming), Bayesians (berbasis statistik dengan probabilistic inference), dan Analogizers (berbasis psikologi dengan kernel machines). ilustrasi berbentuk otak dengan node dan koneksi berwarna-warni, menggambarkan jaringan saraf tiruan yang mencerminkan pendekatan Connectionists dalam pembelajaran mesin.
Informasi tentang konsep kecerdasan buatan (AI), khususnya terkait dengan jaringan saraf tiruan (Artificial Neural Networks). Beberapa poin utama yang ditemukan dalam gambar antara lain:
- Struktur Neuron Buatan – Menampilkan bagian-bagian dari neuron buatan seperti dendrit, inti (nucleus), akson, dan terminal akson.
- Fungsi Aktivasi – Menjelaskan beberapa jenis fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan saraf tiruan, termasuk Sigmoid, ReLU, Leaky ReLU, dan Tanh.
- Arsitektur Jaringan Saraf – Diagram yang menunjukkan bagaimana jaringan saraf terdiri dari lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layers), dan lapisan keluaran (output layer).
- Referensi – Terdapat tautan ke artikel terkait pembuatan pustaka AI sederhana untuk model perceptron.

Proses backpropagation, sebuah algoritma penting dalam pelatihan jaringan saraf tiruan (neural network) yang merupakan fondasi dari banyak aplikasi AI. Proses ini dimulai dengan input (X1, X2, ..., Xn) yang dikalikan dengan bobot (W1, W2, ..., Wn) dan dijumlahkan di fungsi input net. Hasilnya kemudian dimasukkan ke fungsi aktivasi untuk menghasilkan output. Selisih antara output yang diprediksi dan output yang sebenarnya (error) kemudian dihitung. Error ini digunakan untuk memperbarui bobot melalui proses backpropagation, di mana error diumpankan kembali melalui jaringan untuk menyesuaikan bobot secara iteratif. Proses optimasi seperti Gradient Descent digunakan untuk meminimalkan error dan meningkatkan akurasi model. Dalam konteks CoP AI, pemahaman mendalam tentang backpropagation sangat penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan model AI yang efektif. Diskusi dan berbagi pengetahuan tentang teknik optimasi dan implementasi backpropagation dapat memperkuat kemampuan anggota CoP dalam menerapkan AI di berbagai bidang.
The Core of Deep Learning
Inti dari Deep Learning, yaitu jaringan saraf tiruan (Neural Networks), yang memiliki dua komponen utama: arsitektur dan dataset. Arsitektur mengacu pada koneksi antar neuron dan lapisan, yang saat ini masih memerlukan intuisi dan pengalaman untuk merancangnya. Algoritma backpropagation digunakan untuk melatih jaringan ini. Dataset, yang terdiri dari data pelatihan dan pengujian, sangat penting untuk performa model. Dalam konteks CoP AI, pemahaman mendalam tentang arsitektur jaringan saraf, teknik pelatihan seperti backpropagation, dan pengelolaan dataset menjadi kunci. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik dalam merancang dan melatih jaringan saraf, serta mendiskusikan tantangan dan solusi terkait arsitektur dan dataset. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengembangkan aplikasi AI yang efektif.
Kebutuhan Data Set
Pengolahan data untuk kecerdasan buatan (AI) memerlukan jumlah data yang sangat besar, khususnya dalam bidang computer vision. Dalam proses ini, diperlukan dataset dalam bentuk foto dan video yang telah ditandai dengan label atau anotasi. ImageNet merupakan salah satu database visual terbesar yang digunakan untuk melatih sistem AI agar mampu mengenali objek. Pengembangannya melibatkan hampir 50.000 orang dari 167 negara selama lebih dari tiga tahun untuk membersihkan, mengurutkan, dan memberi label pada hampir satu miliar gambar. Di China, industri pelabelan data berkembang pesat, seperti yang diberitakan oleh XinhuaNet, di mana pekerja seperti Zhang Yusen bertugas menandai objek dalam gambar untuk mendukung pengembangan AI. Meskipun tersedia beberapa dataset umum, kebutuhan akan dataset khusus masih menjadi tantangan karena keterbatasan akses akibat aturan hukum serta isu privasi terkait data karyawan, pelanggan, dan siswa.
Summary: Al Requirements
Pengembangan kecerdasan buatan (AI) memerlukan beberapa komponen penting, termasuk infrastruktur komputasi yang melibatkan penggunaan GPU dalam jumlah besar, yang dikenal mahal untuk proses pembelajaran dan pelatihan AI. Solusi yang disarankan adalah bekerja sama dengan penyedia jasa dan produk komputasi. Selain itu, ketersediaan dataset menjadi faktor krusial, yang dapat diperoleh dari peneliti di kampus, perusahaan AI, serta institusi pendidikan seperti SMK AI. Arsitektur AI dan algoritma pembelajaran dikembangkan oleh para peneliti, sementara aplikasi AI diciptakan oleh para pengembang AI untuk berbagai keperluan.
Al Issues
Kecerdasan buatan (AI) menjadi sangat penting bagi suatu negara karena memberikan berbagai keuntungan di bidang ekonomi, politik, keamanan nasional, serta meningkatkan kemandirian. Namun, AI juga menghadapi berbagai tantangan, seperti transparansi, bias, dan etika yang dapat mempengaruhi penggunaannya. Selain itu, muncul pertanyaan etis mengenai peran manusia dalam era AI, yaitu apakah manusia tetap mengendalikan teknologi atau justru menjadi pelayan bagi mesin.
Concluding Remarks

Kecerdasan buatan (AI) telah menciptakan disrupsi di berbagai bidang, menuntut kebutuhan akan platform komputasi AI berkinerja tinggi. Meskipun AI telah berkembang pesat, masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan dan diteliti lebih lanjut. Tantangan utama bukanlah pertarungan antara manusia dan AI, tetapi lebih kepada bagaimana manusia dapat bersaing dengan manusia lain yang didukung oleh AI. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita sudah siap menghadapi perubahan ini?
Narasumber : Khairul Anwar
(Penemu Teknologi 4G, LTE)
AICOMS Vision and Mision: 4 Levels of Influences
AICOMS memiliki visi dan misi untuk menjadi pusat penelitian terkemuka di bidang Advanced Intelligent Communications melalui empat tingkat pengaruh, mulai dari mahasiswa, peneliti, pemimpin penelitian, hingga pemerintah dan organisasi internasional. Penelitian difokuskan pada berbagai bidang, seperti teori informasi, pembelajaran mesin, pemrosesan sinyal, dan teori pengkodean, dengan cakupan utama pada elektromagnetik klasik (75%) serta quantum (15%). Tujuan utama AICOMS meliputi pengembangan model penelitian kolaboratif, peningkatan kualitas penelitian menuju pengakuan global, serta memperkuat kolaborasi dengan universitas lain, industri, perusahaan rintisan, dan pemerintah untuk membangun pusat penelitian berkelas dunia.
PUIPT AICOMS 2016-2024

AICOMS, yang sebelumnya dikenal sebagai AdWiTech, didirikan pada September 2016 dan telah menerima pendanaan dari berbagai sumber nasional maupun internasional. Sejak awal berdirinya, AICOMS terus berkembang dengan berbagai proyek penelitian dan kolaborasi. Pada tahun 2017, AICOMS mendapatkan pendanaan dari EPSRC UK dan Ristekdikti. Kemudian, pada 2018 dan 2019, pendanaan diperoleh dari LPDP Rispro dan Insinas. Pada 2020, AICOMS mengalami transformasi signifikan dengan mendapat pendanaan dari ASEAN IVO, Ristekdikti, PUI-PT, dan Kemendikbud, serta memperluas fokus penelitian di bidang komunikasi cerdas.
Dalam beberapa tahun terakhir, AICOMS semakin mengukuhkan posisinya sebagai pusat penelitian unggulan dengan pendanaan yang terus meningkat. Pada 2021 hingga 2023, pendanaan berasal dari berbagai sumber seperti LPDP Rispro, Kominfo, BRIN, hingga kolaborasi dengan industri, termasuk Huawei dalam pengembangan teknologi 5G dan 6G. Tahun 2024, AICOMS melanjutkan inovasi dengan dukungan dari Huawei, Kominfo, BRIN, dan DSA, menegaskan perannya dalam pengembangan teknologi komunikasi masa depan.
The Operation in Neural Network

Operasi dasar dalam jaringan saraf tiruan (Neural Networks), yang merupakan inti dari Deep Learning. Proses ini melibatkan iterasi transformasi "linear" dan "non-linear". Input (x) pertama-tama diubah secara linear dengan mengalikannya dengan bobot (W) dan menambahkan bias (b), menghasilkan Wx + b. Kemudian, transformasi non-linear diterapkan menggunakan fungsi aktivasi seperti ReLU atau sigmoid. Proses ini diulangi melalui lapisan-lapisan jaringan, dengan output dari satu lapisan menjadi input untuk lapisan berikutnya. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang operasi dasar ini sangat penting untuk membangun dan melatih model jaringan saraf yang efektif. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang berbagai fungsi aktivasi, teknik optimasi, dan arsitektur jaringan yang berbeda. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengembangkan aplikasi AI yang lebih canggih.
Possible Collaboration Visi Indonesia Digital 2045
Visi Indonesia Digital 2045, yang mencakup tiga pilar utama: Pemerintahan Digital, Ekonomi Digital, dan Masyarakat Digital. Visi ini didukung oleh berbagai teknologi masa depan seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Metaverse, Blockchain, dan Quantum Computing. Fondasi untuk mencapai visi ini adalah infrastruktur digital yang kuat, didukung oleh ekosistem yang kondusif, keamanan data, riset dan inovasi digital, pengembangan SDM digital, serta regulasi dan kebijakan yang tepat. Dalam konteks CoP AI, visi ini memberikan arah yang jelas tentang peran dan kontribusi AI dalam pembangunan digital Indonesia. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk mengembangkan solusi AI yang inovatif, berbagi pengetahuan dan praktik terbaik, serta mendukung pengembangan SDM AI yang kompeten. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pencapaian Visi Indonesia Digital 2045, serta memanfaatkan peluang yang ada dalam ekosistem digital yang berkembang pesat.
Philosophy of Machine Learning vs Nasruddin Hodja and The Lost Key

Filosofi dasar Machine Learning (ML) sebagai proses optimasi, dianalogikan dengan kisah Nasruddin Hodja yang mencari kunci yang hilang. Dalam ML, "pembelajaran" sebenarnya adalah proses optimasi untuk menemukan model terbaik dari keluarga model yang diparameterisasi. Proses ini melibatkan pemilihan fungsi loss yang tepat, seperti square loss, l1 loss, hinge loss, atau logistic loss, yang menentukan bagaimana kesalahan diukur. Pemilihan model dan fungsi loss ini sangat penting karena menentukan jenis masalah optimasi dan alat yang tersedia untuk menyelesaikannya. Dalam konteks CoP AI, pemahaman mendalam tentang konsep optimasi dan pemilihan fungsi loss sangat penting untuk mengembangkan model ML yang efektif. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang berbagai teknik optimasi, fungsi loss yang berbeda, dan bagaimana memilih yang paling sesuai untuk masalah tertentu. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengembangkan aplikasi AI yang lebih canggih.
Non-linearity in World cup 2022 and XOR
Problem: The Failure of Machine Learning in 1969

Tantangan non-linearitas dalam Machine Learning (ML), diilustrasikan dengan hasil pertandingan Piala Dunia 2022 Grup E dan masalah XOR klasik. Hasil pertandingan yang tidak linier menunjukkan kesulitan model ML linier dalam memprediksi hasil yang kompleks. Masalah XOR, yang tidak dapat dipisahkan secara linier, menyoroti keterbatasan ML pada tahun 1969. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang non-linearitas dan keterbatasan model ML sangat penting untuk mengembangkan solusi yang lebih canggih. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang teknik mengatasi non-linearitas, seperti penggunaan jaringan saraf tiruan dengan fungsi aktivasi non-linier, dan mendiskusikan tantangan dalam memodelkan masalah yang kompleks. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengembangkan aplikasi AI yang lebih efektif dan mampu menangani masalah yang lebih rumit.
Neuron and The Philosophy of Learning

Konsep dasar jaringan saraf tiruan (Neural Networks) dan filosofi pembelajaran di baliknya. Jaringan saraf dilatih menggunakan pasangan input/output untuk mempelajari pemetaan input/output. Proses ini melibatkan operasi linear dan non-linear, di mana input dikalikan dengan bobot dan dijumlahkan, kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam fungsi aktivasi. Jika semua operasi linear, solusi dapat ditemukan dengan mudah. Namun, kenyataannya, banyak masalah yang bersifat non-linear, yang memerlukan pendekatan yang lebih kompleks. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang konsep ini sangat penting untuk membangun dan melatih model jaringan saraf yang efektif. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang berbagai arsitektur jaringan, fungsi aktivasi, dan teknik pelatihan. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengembangkan aplikasi AI yang lebih canggih dan mampu menangani masalah yang lebih kompleks.
Possible Collaboration


Evolusi teknologi jaringan seluler dari 5G hingga 6G, dengan fokus pada integrasi Kecerdasan Buatan (AI) dan teknologi kuantum. 5G-Advanced menonjolkan keunikan AI, sementara 6G memperluasnya dengan menambahkan kriptografi kuantum. Teknologi kuantum di RAN (Radio Access Network) diilustrasikan dengan contoh-contoh seperti pemrosesan lapisan fisik data pengguna menggunakan transformasi Fourier kuantum dan pemecah linier kuantum, clustering untuk deteksi anomali otomatis dalam optimasi desain jaringan menggunakan algoritma K-means kuantum, prediksi kualitas pengalaman pengguna untuk streaming video menggunakan mesin vektor pendukung kuantum, dan pencarian basis data di lapisan manajemen data menggunakan algoritma Grover. Dalam konteks CoP AI, gambar ini menyoroti pentingnya eksplorasi dan kolaborasi dalam mengembangkan solusi AI dan kuantum untuk jaringan seluler generasi mendatang. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang algoritma kuantum, teknik AI, dan bagaimana mengintegrasikannya dengan teknologi jaringan. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pengembangan teknologi 6G yang lebih canggih dan aman.
Evolusi model AI, dari Artificial Intelligence (AI) secara umum, Machine Learning (ML), Deep Learning (DL), Generative AI (GenAI), hingga Large Language Models (LLM) seperti ChatGPT. Setiap lingkaran menunjukkan peningkatan kompleksitas dan kemampuan model AI. GenAI, khususnya, disorot dengan tiga kemampuan utama: pembuatan konten (gambar, teks, suara, dll.), terjemahan (antara bahasa alami atau bahasa alami dan bahasa mesin), dan pembuatan kode. Dalam konteks CoP AI, gambar ini menyoroti pentingnya memahami berbagai model AI dan kemampuan GenAI untuk mengembangkan solusi inovatif. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang teknik ML dan DL, mendiskusikan aplikasi GenAI dalam berbagai bidang, dan mengeksplorasi potensi LLM seperti ChatGPT. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pengembangan aplikasi AI yang lebih canggih dan relevan dengan kebutuhan industri.
The 6G Usage Scenarios: Diagram

Visi 6G (IMT-2030) dan penggunaan skenarionya, dengan fokus pada peningkatan kemampuan dibandingkan 5G (IMT-2020) dan penambahan skenario penggunaan baru. Enam kemampuan baru IMT-2030 mencakup AI terintegrasi, penginderaan terintegrasi, keberlanjutan, interoperabilitas, dan lainnya. Enam skenario penggunaan terdiri dari eMBB, mMTC, URLLC, dan tiga skenario baru: Komunikasi Imersif, Konektivitas Ubiquitous, dan Penginderaan dan Komunikasi Terintegrasi. Empat aspek utama yang mendasari semua skenario penggunaan adalah keberlanjutan, menghubungkan yang tidak terhubung, kecerdasan ubiquitous, dan keamanan/privasi/resiliensi. Dalam konteks CoP AI, visi 6G ini memberikan arah yang jelas tentang peran dan kontribusi AI dalam pengembangan teknologi komunikasi masa depan. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk mengembangkan solusi AI yang inovatif untuk mendukung skenario penggunaan 6G, berbagi pengetahuan tentang teknik AI terbaru, dan mendiskusikan tantangan dan peluang dalam mengintegrasikan AI dengan teknologi komunikasi. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pengembangan teknologi 6G yang lebih canggih dan berkelanjutan.
Era Kecerdasan, Kecepatan, dan Keamanan

Evolusi teknologi komunikasi dari 1G hingga visi 8G di tahun 2045, dengan fokus pada peningkatan kinerja dan kompleksitas. Di era 6G dan seterusnya, teknologi Quantum Radio dan Photonics Defined Radio diprediksi akan memainkan peran penting. Gambar tersebut juga menyoroti perbedaan antara Turing Machine dan Quantum Machine, di mana Quantum Machine mampu menyelesaikan masalah yang sulit bagi Turing Machine dalam waktu yang jauh lebih singkat, seperti yang ditunjukkan oleh klaim Google tentang Sycamore. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang evolusi teknologi komunikasi dan potensi Quantum Computing sangat penting untuk mengembangkan aplikasi AI yang inovatif dan relevan dengan tren teknologi masa depan. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang teknologi komunikasi terbaru, Quantum Computing, dan bagaimana mengintegrasikan AI dengan teknologi-teknologi tersebut. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pengembangan aplikasi AI yang lebih canggih dan mampu memanfaatkan potensi teknologi masa depan.
Artificial Superintelligence (ASI)

Evolusi kemampuan Artificial Superintelligence (ASI) dibandingkan dengan kinerja manusia dari tahun 1998 hingga 2023. ASI digambarkan memiliki tiga karakteristik utama: supremasi kognitif, kemampuan untuk meningkatkan diri secara mandiri, dan kemampuan untuk memecahkan masalah kompleks. Grafik menunjukkan peningkatan signifikan dalam kinerja AI di berbagai tugas seperti pemahaman bacaan, pengenalan gambar, dan pemecahan masalah matematika, dengan AI melampaui kinerja manusia dalam banyak bidang. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang potensi dan implikasi ASI sangat penting untuk pengembangan dan penerapan AI yang bertanggung jawab. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang tren terbaru dalam penelitian AI, mendiskusikan implikasi etis dari ASI, dan mengembangkan kerangka kerja untuk memastikan bahwa ASI digunakan untuk kebaikan umat manusia. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan di mana ASI memainkan peran yang semakin penting dalam kehidupan kita.
Technologies Evolutions Of The Era

Evolusi teknologi dan dampaknya terhadap produktivitas dan peradaban manusia, dari era pertanian hingga era kecerdasan buatan (AI). Setiap era ditandai dengan inovasi teknologi kunci yang mendorong perubahan signifikan, seperti mesin uap, listrik, internet, dan AI. Gambar tersebut juga memperkenalkan paradigma baru untuk energi dan informasi, yang diwakili oleh rumus C = Σ [E + I + f (E × I)], di mana peradaban (C) adalah fungsi dari energi (E), informasi (I), dan interaksi antara keduanya. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang evolusi teknologi dan dampaknya terhadap masyarakat sangat penting untuk mengembangkan dan menerapkan AI secara bertanggung jawab. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk berbagi pengetahuan tentang tren terbaru dalam penelitian AI, mendiskusikan implikasi etis dan sosial dari AI, dan mengembangkan kerangka kerja untuk memastikan bahwa AI digunakan untuk kebaikan umat manusia. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan di mana AI memainkan peran yang semakin penting dalam kehidupan kita.
Narasumber : Josua Sitompul
(Alumni LPDP PK-30 Maastricht University, Kabag Hukum & Kerja Sama Kementerian Komunikasi dan Digital)

Membangun Model Pengaturan AI Indonesia" yang disampaikan oleh Dr. Josua Sitompul dari Ditjen Pengawasan Ruang Digital, Komdigi, sebagai bagian dari kegiatan LPDP Community of Practice (CoP) in Technology/Artificial Intelligence. Slide tersebut menampilkan gambar ilustrasi tangan manusia dan robot yang terhubung, dengan latar belakang sirkuit digital dan kode biner, yang secara simbolis menggambarkan interaksi antara manusia dan AI. Judul presentasi menunjukkan fokus pada pengembangan model pengaturan AI di Indonesia, yang relevan dengan diskusi CoP tentang implikasi etis dan hukum dari AI. Informasi tambahan menunjukkan bahwa Dr. Josua Sitompul adalah penerima beasiswa LPDP PK-30 Lentera Nusantara, yang mengindikasikan keterlibatannya dalam pengembangan teknologi dan inovasi di Indonesia. Dalam konteks CoP AI, presentasi ini kemungkinan membahas tantangan dan solusi terkait regulasi AI di Indonesia, serta bagaimana CoP dapat berkontribusi dalam pengembangan kerangka kerja yang efektif dan bertanggung jawab.
Asumsi Dasar, yang berisi tiga poin utama: (1) adanya upaya berkelanjutan untuk menerapkan inovasi teknologi baru di berbagai sektor, (2) peran pemerintah dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi, dan (3) perlindungan pemerintah terhadap masyarakat dari penyalahgunaan teknologi. Dalam konteks CoP AI, asumsi dasar ini sangat relevan karena mencerminkan pentingnya inovasi, kolaborasi dengan pemerintah, dan pertimbangan etis dalam pengembangan dan penerapan AI. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk mendukung upaya inovasi teknologi, bekerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang tepat, dan memastikan bahwa teknologi AI digunakan secara bertanggung jawab untuk kebaikan masyarakat. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada pengembangan ekosistem AI yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi Indonesia.
Penerapan Teknologi Artificial Intelligence
kurva difusi inovasi, yang menunjukkan bagaimana penerapan teknologi Artificial Intelligence (AI) menyebar di masyarakat. Kurva ini dibagi menjadi beberapa kelompok: Innovators (2.5%), Early Adopters (13.5%), Early Majority (34%), Late Majority (34%), dan Laggards (16%). Di tengah kurva, terdapat "The Chasm," yang merupakan tantangan dalam menyeberang dari Early Adopters ke Early Majority. Dalam konteks CoP AI, pemahaman tentang kurva difusi ini penting untuk strategi adopsi AI. Anggota CoP dapat berkolaborasi untuk mengidentifikasi hambatan dalam adopsi AI, mengembangkan strategi untuk mengatasi "The Chasm," dan mempercepat adopsi AI di berbagai sektor. Diskusi dan berbagi ini dapat membantu anggota CoP untuk memahami dan berkontribusi pada penyebaran AI yang lebih luas dan efektif.
Tantangan
"Tantangan" dalam konteks sistem AI, khususnya terkait dengan regulasi EU AI Act. Terdapat enam tantangan utama yang disebutkan: (1) transparansi dan kemampuan penjelasan (explainability), (2) bias dan manipulasi, (3) profiling dan surveillance, (4) pelanggaran privasi dan data pribadi, (5) fasilitasi tindak pidana, dan (6) kontrol & pengawasan manusia. Di bagian bawah slide, terdapat piramida yang menggambarkan tingkat risiko sistem AI berdasarkan EU AI Act, mulai dari "Unacceptable Risk AI Systems" di puncak hingga "Minimal or No Risk AI Systems" di dasar. Piramida ini menunjukkan bagaimana tantangan-tantangan tersebut berkaitan dengan tingkat risiko sistem AI yang berbeda-beda.
Lanskap Pendekatan Artificial Intelligene
Lanskap pendekatan Artificial Intelligence (AI) di berbagai negara, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, dan Indonesia, serta "RoW" (Rest of the World). Setiap negara memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri dalam pengaturan dan tata kelola AI. Amerika Serikat menghadapi fragmentasi dalam pengaturan, Uni Eropa berurusan dengan hubungan dan ketegangan geopolitik serta perbedaan standar, Tiongkok menghadapi ketidakseimbangan kekuasaan dan pengetahuan antara pemerintah dan perusahaan AI, sementara Indonesia dan RoW memiliki pertimbangan nilai-nilai kebebasan, hak asasi manusia, inovasi ekonomi, dan daya saing.
Pendekatan AI di setiap negara juga mencerminkan nilai-nilai dan prioritas yang berbeda. Amerika Serikat berfokus pada peningkatan fungsi pasar internal, Uni Eropa menekankan AI yang berpusat pada manusia dan terpercaya, Tiongkok mengutamakan nilai-nilai inti sosialis dan keamanan nasional, sementara Indonesia dan RoW menyeimbangkan antara nilai-nilai kebebasan dan inovasi ekonomi. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas pengaturan AI secara global dan perlunya pemahaman mendalam tentang konteks masing-masing negara.
Meregulasi Artificial Intelligence
Meregulasi Artificial Intelligence, pentingnya memahami AI dari berbagai aspek, termasuk teknis dan teknologi, hukum, serta dampak sosialnya. Selain itu, slide tersebut juga menyinggung tentang pendekatan model pengaturan AI, dengan dua opsi yang dipertimbangkan: pendekatan komprehensif atau sektoral. Ilustrasi gambar di sebelah kanan menunjukkan aktivitas manusia yang mungkin relevan dengan konteks AI, seperti snorkeling dan menyelam, yang bisa diinterpretasikan sebagai eksplorasi atau pengawasan.
Secara keseluruhan, menekankan perlunya regulasi yang matang untuk AI, yang mempertimbangkan berbagai dimensi dan pendekatan. Diskusi tentang apakah regulasi harus komprehensif atau sektoral menunjukkan kompleksitas dalam merumuskan kebijakan AI yang efektif. Ilustrasi gambar di sebelah kanan mungkin dimaksudkan untuk memicu pemikiran tentang bagaimana AI dapat digunakan dalam berbagai konteks, termasuk yang terkait dengan eksplorasi atau pengawasan.
Regulasi & Kebijakan Eksisting terkait Artificial Intelligence
Regulasi & Kebijakan Eksisting terkait Artificial Intelligence di Indonesia. Kategori regulasi menjadi dua jenis: spesifik dan umum. Regulasi spesifik yang disebutkan adalah SE Kominfo 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, yang menunjukkan adanya upaya untuk mengatur AI secara langsung. Regulasi umum yang relevan mencakup UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Pelindungan Data Pribadi, UU Perindustrian, dan UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang menunjukkan bahwa AI juga diatur secara tidak langsung melalui kerangka hukum yang lebih luas.
Secara keseluruhan, menekankan bahwa regulasi AI di Indonesia masih dalam tahap pengembangan, dengan kombinasi antara regulasi spesifik dan umum. SE Kominfo 9/2023 menunjukkan langkah awal dalam merumuskan etika AI, sementara undang-undang yang lebih umum memberikan landasan hukum untuk aspek-aspek seperti data pribadi, transaksi elektronik, dan inovasi teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang berupaya untuk menciptakan kerangka regulasi yang komprehensif untuk AI, yang mencakup baik aspek etika maupun hukum.
Stranas AI 2020-2045, yang menggambarkan strategi nasional Indonesia dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk periode 2020 hingga 2045. Membagi fokus pengembangan AI ke dalam beberapa area utama, yaitu Riset & Inovasi Industri, Talenta, Infrastruktur & Data, serta Etika & Kebijakan. Selain itu, slide ini juga menyoroti bidang-bidang prioritas, seperti Kesehatan, Mobilitas & Kota Pintar, Ketahanan Pangan, dan Pendidikan & Riset, yang menunjukkan sektor-sektor kunci di mana AI diharapkan dapat memberikan dampak signifikan.
Secara keseluruhan, menunjukkan pendekatan holistik Indonesia dalam mengembangkan ekosistem AI. Dengan fokus pada pengembangan riset, talenta, infrastruktur, dan etika, Indonesia berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi AI. Pemilihan bidang-bidang prioritas juga mencerminkan komitmen untuk memanfaatkan AI dalam mengatasi tantangan-tantangan penting yang dihadapi negara, seperti peningkatan kualitas kesehatan, pengembangan kota pintar, ketahanan pangan, dan peningkatan kualitas pendidikan dan riset.
Pendekatan Regulasi menguraikan dua pendekatan utama: pendekatan "Sandbox" dan pendekatan "Heuristik". Pendekatan "Sandbox" melibatkan penggunaan lingkungan terkontrol untuk eksperimen dan evaluasi, dengan fleksibilitas, pembuatan prototipe, evaluasi, dan pengambilan keputusan baru sebagai elemen-elemennya. Pendekatan "Heuristik" lebih mengandalkan informasi atau fakta sebelumnya, dengan penekanan pada pengambilan keputusan yang tidak holistik, opsi default, dan pendekatan progresif.
Kedua pendekatan ini menunjukkan perbedaan dalam cara regulasi diterapkan. Pendekatan "Sandbox" menekankan eksperimen dan inovasi dalam lingkungan yang aman, sementara pendekatan "Heuristik" lebih konservatif dan berdasarkan pada pengalaman sebelumnya. Pilihan pendekatan yang tepat mungkin bergantung pada konteks dan tujuan regulasi yang ingin dicapai.
Melihat Ke Depan" terkait pengembangan model pengaturan AI di Indonesia. bahwa pengembangan model pengaturan AI yang tepat dan kontekstual membutuhkan waktu. Dalam proses pencarian model yang tepat, pendekatan heuristik progresif dinilai lebih relevan daripada pendekatan komprehensif. Selain itu, slide tersebut juga menekankan pentingnya pengaturan dan pengembangan kebijakan di masing-masing sektor untuk membangun dan menentukan arah model pengaturan AI yang tepat. Ilustrasi gambar di bagian bawah slide menunjukkan seseorang yang sedang berlari, yang bisa diinterpretasikan sebagai simbol kemajuan atau upaya berkelanjutan.
Secara keseluruhan, memberikan pandangan ke depan tentang bagaimana Indonesia dapat mengembangkan regulasi AI yang efektif. Pendekatan heuristik progresif menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam menghadapi kompleksitas AI, sementara fokus pada pengaturan sektoral menekankan perlunya kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing sektor. Ilustrasi gambar di bagian bawah slide mungkin dimaksudkan untuk menggambarkan semangat untuk terus bergerak maju dan berinovasi dalam pengembangan regulasi AI.
- TERIMA KASIH -
Komentar
Posting Komentar